“Amanah itu akan diberikan kepada kita kalau kita siap, dan semua sudah tertulis di Luahul Mahfu”
– Wahyu Dani Woro
Berbicara tentang Pemilu Presiden Republik Indonesia 2014, isu ini sudah pasti menjadi perhatian utama bagi masyarakat Indonesia, khususnya dari tahun 2013. Hal ini dikarenakan setiap institusi politik Indonesia sudah mempersiapkan calon-calonnya berikut strategi pemenengan setahun sebelumnya, bahkan lebih lama. Pembuktian persiapan tersebut akhirnya terjawab pada tanggal 22 Juli 2014, dimana Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI 2014 mengumumkan Calon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden RI 2014, Joko Widodo dan Jusuf Kalla keluar sebagai pemenang Pilpres RI 2014 atas Calon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden, Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa dengan selisih suara 8.370.732 suara (http://www.jawapos.com/baca/artikel/4819/Sah-Jokowi-Pemenang-Pilpres) dan , tentunya, dinamika terkait tentang Pemilu Presiden 2014 yang belum sepenuhnya berakhir, akhirnya timbul pertanyaan-pertanyaan dalam menyikapi momentum tersebut. Kader KAMMI Brawijaya, khususnya KAMMI angkatan 2010, menyikapi momentum ini dengan menggelar diskusi politik via aplikasi Whatsapp pada tanggal 23 Juli 2014 dari jam 08.00 – 11.00 dengan narasumber Ketua KAMMI Wilayah Jawa Timur, Akh Wahyu Dani Woro, yang dimoderasi oleh moderator kita, Akh Deki Kunanjar, Fakultas Pertanian 2010.
Sesi diskusi ini dibuka oleh Akh Wahyu dengan statement bahwa “KAMMI itu adalah gerakan ekstraparlementer”. Dasar ini penting karena memang KAMMI bukanlah organisasi yang berdiri di atas birokrasi kampus, pemerintahan, ataupun bagan organisasi-organisasi lain yang bercorak politik, tetapi berdiri di atas kaki sendiri (baca: independen). Terpisah dari bagan-bagan. Berdasar dari dinamika politik domestik Indonesia yang ada kemahasiswaan kampus maupun pemerintahan tentu perihal organisasi yang dipegang oleh KAMMI, namun secara tidak langsung KAMMI dapat mempengaruhi dinamika di dalam kampus berikut pemerintahan melalui pemikiran kader-kader KAMMI. Dengan kata lain, KAMMI memutuskan kebijakan atas dasar nilai-nilai yang dipegang oleh KAMMI dengan mempertimbangkan amar ma’ruf nahyi mungkar dari suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh pemegang kebijakan tanpa ada alur intstruksi yang mengekang KAMMI dalam mengambil suatu kebijakan.
Kembali ke topik utama, timbul pertanyaan tentang bagaimana seharusnya sikap kader KAMMI terhadap Pilpres 2014 ini. Dalam pemaparannya, Akh Wahyu menyatakan bahwa penentuan sikap tersebut tidak akan terlepas dari dinamika konstelasi politik nasional yang terjadi berikut dinamika internal di KAMMI itu sendiri. Beliau memberikan contoh akan pengambilan keputusan dalam bagan struktur KAMMI yang berbeda-beda antara KAMMI PP dan KAMMI masing-masing Wilayah (melingkupi Provinsi), dimana KAMMI PP tak mengeluarkan kebijakan tertentu yang spesifik, lebih kepada arahan umum tanpa mendukung salah satu calon pasangan presiden dan wakil presiden dan lebih bersifat menghimbau masyarakat untuk tetap tenang dalam menerima keputusan KPU dengan terus menjalankan salah satu fungsi organisasi KAMMI sebagai pengawal kebijakan pemerintah baru nanti (http://www.republika.co.id/berita/pemilu/menuju-ri-1/14/07/23/n95jpr-kammi-hormati-kerja-keras-dan-keputusan-kpu). Kebijakan ini, menurut beliau, merupakan kebijakan yang “ambigu”, karena tidak memberi arahan yang jelas terkait posisi KAMMI dalam mengawal harus seperti apa, apakah oposisi atau partner pemerintah. Dengan kebijakan “ambigu”dari KAMMI PP itulah, KAMMI Wilayah masing-masing berperan penting dalam mengolah isu Pilpres 2014 ini. Hal ini dikarenakan tiap daerah mempunyai otonomi yang kuat dalam mengatur daerahnya masing-masing, dan pada akhirnya KAMMI Wilayah masing-masing mempunyai sikap dalam menyikapi isu ini. Akh Wahyu mengambil contoh KAMMI Wilayah Yogya yang mengambil sikap oposisi siapapun presiden terpilih.
Pemaparan di atas merupakan “pembuka” dalam diskusi tentang Pilpres 2014 agar setidaknya kita paham bagaimana latar belakang gerak KAMMI selama ini dalam konstelasi politik nasional. Akh Wahyu membagi diskusi ini menjadi 3 sesi utama, yakni konstelasi politik mahasiswa, peran KAMMI dalam perpolitikan nasional, dan Pemilu dalam bingkai menuju kekuasaan. Tulisan kali ini akan terfokus pada pembahasan sesi pertama, yakni konstelasi politik politik mahasiswa Indonesia.
Menurut Akh Wahyu, spektrum gerakan mahasiswa Indonesia sebetulnya tidak hanya dalam ruang lingkup Indonesia saja, tetapi dunia. Beliau menyebutkan posisi KAMMI menjadi penting dalam perjalanan konstelasi politik domestik-internasional dijelaskan secara tersirat dalam buku Clash of Civilization karangan Samuel Huntington. Sedikit catatan, CoC karangan Huntington ini mempunyai hipotesis bahwa saat ini yang berkompetisi bukanlah sekedar negara bangsa, tetapi sudah masuk ranah ideologi, yakni antara ideologi “Barat” dengan Islam-Timur (Confucianism-Tiongkok). Lanjut ke dalam gerakan mahasiswa secara umum, Akh Wahyu menilik momen pasca Krisis Moneter 1998 (sekitar tahun 2000-an), disaat mahasiswa menjadi prominent actor (aktor utama) dalam peralihan kekuasaan dari Orde Baru menjadi Masa Reformasi. Terbentuknya BEM SI menjadi tonggak pertama (pasca ’98) bersatunya mahasiswa dari seluruh Indonesia sebelum pada akhirnya “terpecah” menjadi beberapa gerakan integrasi yang lebih kecil seperti BEM Nusantara dan BEM Nasional. Mencoba menjawab pertanyaan dari mas Wahyu terkait sebab BEM SI dikatakan sebagai gerakan mahasiswa terbesar, beberapa peserta diskusi memberikan opininya yang secara singkat dapat disimpulkan bahwa belum adanya wadah perekat antar gerakan-gerakan mahasiswa yang masih berkutat pada isu mikro dan tidak mempunyai kekuatan besar untuk mengawal kebijakan yang bersifat nasional menjadi motif terbentuknya BEM SI. Sejalannya dengan waktu, friksi internal BEM SI yang berakar dari perbedaan Ideologi membuat terbentuknya gerakan mahasiswa yang berfokus pada isu-isu makro selain BEM SI, seperti BEM Nusantara dan BEM Nasional (terkait motif dalam perpecahan BEM SI sendiri, dapat dibahas dalam forum tersendiri karena cukup sensitif untuk dipublikasi) . Komposisi setelah perpecahan terebut membuat BEM SI lebih stabil dan momentum ini diisi oleh universitas-universitas yang BEM nya dikelola oleh kader KAMMI. Ini menandakan bahwa KAMMI memegang peranan penting dalam gerakan nasional dan dunia. Jika pengaruh nasional sudah terlihat “biasa” bagi organisasi nasional, kata “dunia” menjadi cukup menjadi “core attention” (perhatian utama) yang dipicu dari pertanyaan “bagaimana KAMMI dapat mempengaruhi dunia?”.
Perbandingan budaya politik (khususnya anak muda) di Turki, Chile dan Amerika dalam melihat dinamika politik nasional di masing-masing negaranya menjadi “starting point” (titik tolak) dalam memahami pertanyaan di atas. Di Chile terdapat Camila Valejo, yang merupakan aktivis mahasiswa dari partai sayap kiri (komunis) dan pernah menjadi Presiden Mahasiswa dari FECH, bahkan pada tahun Desember 2011, ia termasuk “TIME Person of the Year” oleh majalah TIME Internasional (http://www.time.com/time/specials/packages/article/0,28804,2101745_2102309_2102448,00.html) Turki di pemilu adalah berasal dari sayap gerakan mahasiswa AKP Turki. Beliau memberikan keterangan bahwa sayap gerakan mahasiswa beranggotakan 5 juta mahasiswa yang terdiri dari 2 juta ikhwan dan 3 juta akhwat, tentu dengan status mahasiswa yang masih aktif berkuliah. Beralih ke Amerika dengan pembahasan budaya politik anak mudanya, kalangan anak muda negeri Paman Sam tersebut sudah menentukan pilihan bahkan semenjak SMA, dan memang para pemilih di AS ini cukup loyal saat sudah memilih dari salah satu partai (Republik atau Demokrat). Dari ketiga contoh kasus ini, kita dapat menyimpulkan bahwa pemahaman dan wawasan politik bangsa negara dalam tataran grassroot , terlebih lingkup anak muda, sangat dibutuhkan dan sebetulnya bukan sesuatu yang “tabu” untuk dibicarakan, justru seharusnya anak muda sudah dapat menentukan sikapnya terhadap pilihan politik mereka , dan menjauhi dari bersikap “anti-politik”. Inilah yang menjadikan gerakan mahasiswa penting untuk hadir di lingkungan mahasiswa, dengan bertujuan agar mahasiswa “tidak buta politik”, tidak mengganggap bahwa politik hanya sekedar mengandung kebohongan, kelicikan, dan berikut hal-hal buruk lainnya. “Penyakit” tentang adanya pembutaan politik ini berasal dari paham “sekularisme” dalam gerakan mahasiswa, dimana mahasiswa hanya diarahkan untuk tetap fokus pada hal-hal di luar lingkungan politik, dengan slogan-slogan kosong seperti “mahasiswa itu belajar akademik, fokus studi, dapat beasiswa, menjadi enterepreneur, . Lain lagi di Turki, Akh Wahyu menyebutkan bahwa salah satu kunci kemenangan AKP berprestasi akademik, tidak ikut campur dalam kebijakan dekanat/rektorat terlebih pemerintahan nasional”. Slogan-slogan kosong itulah yang akhirnya membuat mahasiswa tidak kritis dalam menghadapi persoalan bersifat makro, bahkan mungkin “seremeh” fenomena sosial yang ada di sekitarnya karena terlalu fokus pada “diri sendiri”. Pada akhirnya, akibat dari fenomena tidak kritisnya mahasiswa saat ini menjadikan gerakan mahasiswa tidak bagus karena yang menentang bukan lagi pihak eksternal mahasiswa, tetapi justru dari dalam tubuh mahasiswa itu sendiri, yang akhirnya saling mengganggap “duri dalam daging” satu dengan lainnya. Selesainya pemaparan sesi pertama ini diikuti oleh pertanyaan dari audiens, salah satunya adalah dari Akh Ade yang menanyakan bagaiaman dengan ornop (organisasi non-politik di Indonesia) supaya tidak dikatakan korupsi atas idealisme, cita-cita perjuangan, dsb berikut hubungannya dengan posisi pemerintah dan negara. Pertanyaan ini dijawab dengan ringkas oleh Akh Wahyu dengan menggarisbawahi bahwa tidak ada organisasi non politik karena sekali lagi, penyebutan organisasi non politik (semacam ormas, dsb) hanya bersifat slogan atau “simbol”, tetapi secara substantif/esensinya adalah gerakan politik. Hal ini tidak terlepas dari kepastian dari adanya “kecenderungan” dalam diri manusia (yang merupakan sumber daya utama dalam menggerakan organisasi) untuk memilih pilihan diantara pilihan yang ada, walau itu sedikit kadarnya tetap ada kecenderungan.
Dengan berakhirnya sesi pertama karena dibatasi oleh waktu, akh wahyu memberikan kutipan dan kesimpulan yang ringkas. Pertama, terkait Pilpres 2014, beliau memberikan kutipan yang berupa Hadits Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wassalam yang menyatakan :
“ Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya, dimana pendusta dipercaya, dan orang jujur didustakan, pengkhianat diberi amanah dan orang yang amanah dikhianati” (HR. Al-Hakim)
Kedua, seperti halnya kutipan yang tertera di awal tulisan, beliau memberikan pernyataan bahwa amanah itu akan diberikan kepada kita kalau kita sudah siap , dan semua sudah tertulis di Kitab Kehidupan (Lauhul Mahfudz). Dengan ringkasan di atas, demikian sesi pertama dari diskusi politik dari KAMMI angkatan 2010. Harapannya, dengan adanya tulisan ini kita dapat mendapatkan beberapa wawasan dasar untuk memahami gerakan mahasiswa serta menjadi titik tolak untuk mengetahui sejarah yang ada untuk memperbaiki keadaan yang ada saat ini, khususnya terkait wawasan politik nasional. Selanjutnya, silahkan ditunggu part ke-2 ataupun part ke-3 untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dalam mengikuti diskusi ini. Sebagai penutup, terdapat kutipan dari Malcolm X yang relevan dalam mengomentari keadaan pilpres 2014 ini.
“The Media’s the most powerful entity on earth. They have the power to make the innocent guilty and to make the guilty innocent, and that’s power. Because they control the minds of the masses.” (Malcolm X)
Penulis:
Dennis Wahyudianto
087859226048
@denniswahyu