ANCAMAN BUDAYA DAN 3 SYARAT PEMUDA UNTUK PERADABAN INDONESIA

Kenyataan indonesia hari ini menjadi renungan untuk kita semua, krisis kepemimpinan dan integritas yang dimiliki pemerintah sekarang memiliki dampak yang luar biasa, hampir di setiap sektor lapisan masyarakat terkena dampaknya, baik bidang sosial, ekonomi, politik, energi, pangan, ketahanan dan kedaulatan bangsa di segala bidang.

Seolah-olah apa yang di perjuangkan pada era kemerdekaan oleh para pahlawan dan founding father negeri ini telah di jatuhkan dan di buang begitu saja. Pihak yang paling rugi dan mendapat beban berat dari kebijakan-kebijakan hari ini adalah generasi yang akan datang. Padahal, berbagai data statistik menunjukan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki bonus demografi terbesar pada 2030 dan harapan Indonesia emas tahun 2020 seakan akan terasa semakin menjauh. Kondisi ini di perparah dengan kualitas generasi indonesia saat ini yang cenderung populis dan “taklid sosial”. Kondisi dimana generasi muda cenderung mengikuti arus tren kekinian tanpa menyaring mana yang benar benar baik dan merusak. Misalkan saat ramai budaya korea dan boyband, seolah olah semua generasi muda gandrung akan boyband dan mengikuti semua kebudayaan korea, mulai dari fasion sampai kebiasaan. Saat ramai budaya alay, di anggap alay adalah sebuah ungkapan eksistensi kekinian dan gaul, yang tidak eksis di anggap ketinggalan jaman. Ditambah lagi karakter konsumtif yang semakin hari semakin menjadi, apapun ingin di miliki agar dianggap tidak di kampungan.

Warisan carut-marutan negeri ini yang akan di emban generasi yang akan datang menjadi semakin berat saat moralitas sudah porak-poranda. Kebudayaan timur yang sarat akan kesopanan dan keluhuran budayanya seolah luntur begitu saja. Apalagi dengan adanya legalitas kaum LGBT di Amerika yang naudzubullahimindzalik mengulangi kejahiliyahan nabi luth menjadi ramai di perbincangkan di ruang publik. Dampak pada Indonesia terlebih generasi muda yang kita kenal sebagai Iron stock terancam. Kaum-kaum LGBT indonesia yang awalnya sembunyi-sembunyi sekarang perlahan berani terang-terangan mengungkapkan “ketidak normalan” itu sebagai hal lumrah yang harus di perjuangka. Dalam teori butterfly effect, satu kepakan sayap kupu-kupu di satu wilayah, telah mengguncangkan kegaduhan di wilayah lain. Dan itu yang terjadi hari ini.

Indonesia harus berbenah diri, kita harus mempunyai harapan walaupun datangnya dari lubang semut di tepian jurang. Harapan seperti cahaya lilin di dalam kegelapan malam, memberikan navigasi untuk melangkah kedepan. Vroom dalam Koontz, 1990 mengungkapkan bahwa orang-orang yang memiliki harapan akan termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan termasuk kejayaan indonesia di masa mendatang. Indonesia hanya butuh tekad bersama dan peta jalan yang jelas untuk mencapai lompatan-lompatan tertentu agar impian Indonesia jaya bukanlah hal yang utopis.

Langkah pertama untuk melakukan lompatan itu adalah mengubah cara pandang. Annis Matta dalam bukunya gelombang ketiga mengatakan bahwa harus ada peralihan dalam cara pandang kita memandang Indonesia dari satu entitas politik menjadi entitas peradaban. Hanya dengan mengubah cara pandang itu kita dapat mengubah cara kita bekerja dan mengelola sumber daya yang kita miliki dan mengoptimalkan peran generasi muda untuk masa depan. Kerja-kerja yang dilakukan tidak hanya berkutat pada perumusan konstitusi, regulasi, kebijakan dan juga institusi. tapi ada hal yang lebih luas daripada itu, yakni membangun peradaban. Selain itu pandangan membentuk peradaban ini juga sekaligus membentuk pemimpin yang berkompeten, berkualitas dan memiliki integritas sebagai seorang pemimpin.

Mesin yang kita perlukan untuk melakukan peralihan itu adalah Budaya. Menurut Parsudi Suparian, budaya akan melandasi tingkah laku dalam masyarakat. Karena budaya adalah seluruh pengetahuan manusia yang digunakan untuk memahami lingkungan dan pengalaman yang terjadi padanya.  Menurut Effat al-Syarqawi yang mengartikan budaya berdasarkan sudut pandang Islam, mengemukakan bahwa budaya merupakan khazanah sejarah suatu masyarakat yang tercermin dalam kesaksian dan nilai-nilai yang menggariskan bahwa kehidupan harus memiliki tujuan dan makna rohaniah.

Pada dasarnya Budaya merupakan penyebab dan sekaligus hasil dari interaksi menusia dalam kehidupan sosial. Budaya bisa bekerja sebagai penghambat dan juga pendorong manusia untuk lebih maju.

Pasca perang dunia kedua ketika ketegangan militer dak kekuatan bersenjata mulai mereda, penjajahan tetap di lakukan untuk menguasai dunia tidak terkecuali Indonesi yang memiliki kekayaan berlimpah.Penjajahan selama dua abad terakhir sampai hari ini dan yang di lakukan Amerika hari ini sebagai upaya penghapusan efektivitas dan substansi budaya dan peradaban masyarakat di dunia, terutama budaya Islam. “Orang-orang kafir tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti milah mereka…” (QS Al Baqoroh :120)” milah disini bisa berarti kebiasaan, ciri khas atau budaya mereka. Barat berupaya menjajah dengan memaksakan budaya mereka kepada negara lain. Konsep westernisasi sengaja di bangun melalui berbagai media yang bisa di akses oleh setiap orang untuk menghapus peradaban lokal dan mengganti dengan peradaban barat.

Dr. Syafi’I sarousani meyakini bahwa barat selain mengejar superior di bidang tekhnologi, komunikasi dan ekonomi juga berupaya menyebarkan peradaban yang di paksakan agar barat menjadi negara kiblat bagi Timur. Dengan budaya ini kutub di dunia akan mengarah ke barat, kini barat menberupaya mencegah peradaban Islam dengan mengembangkan hegemoni politiknya melalui penjajahan budaya atas bangsa-bangsa lain. Setelah perang dunia II barat berupaya menjadi superior di dunia dan mengendalikan semua negara, akan tetapi masih banyak bangsa-bangsa yang mempertahankan kebudayaan lokal dan jati diri bangsa. Dengan cara itu barat mampu mempertahankan kepentingan politik di dunia, khususnya negara Islam yang kaya dengan Sumber Daya Alamnya.

Hal ini sekaligus menjawab kenapa LGBT di legalkan. LGBT sangat bertentangan dengan budaya Islam dan budaya timur, dengan legalitas itu membentuk paradigma bahwa hal itu di anggap lumrah karena Amerika juga melakukanya. Kenapa sampai ada golongan yang mengatakan kelumrahan tersebut ? karena jauh-jauh hari Barat telah menjajah melalui media media seperti film, televisi serta lembaga-lembaga sosial sebagai propaganda kepentingan mereka seperti yang di tulis Edwars Burman seorangf penulis dan peneliti dari AS.

Istilah “keren” adalah kata yang tertanam dengan budaya barat. Semua yang ada di barat dianggap keren dan lumrah. Implikasinya generasi muda akan menjadi generasi yang mengkiblat ke barat. Disaat itu generasi akan di kontrol dan di batasi peranya, terjajah kembali sebagaimana jaman terdahulu karena kehilangan jati dirinya.

Generasi yang ada hari ini harus mempersiapkan diri sebaik mungkin, kita membutuhkan penguatan karakter dan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang sangat menjunjung tinggi prinsip ketuhanan dan moralitas. Cara yang di pakai dapat melalui pendidikan dan pembelajaran, penjagaan keluarga yang harmonis, serta pelatihan pelatihan guna mempersiapkan Indonesia di masa depan.

Sejarah mencatat kebangkitan kejayaan bangsa dimanapun tak pernah lepas dari peran pemuda. Ada tiga syarat pemuda-pemuda ini membawa Indonesia di masa mendatang.

Pertama adalah penguasaan pengetahuan, memiliki wawasan keilmuan yang luas serta ahli di bidang kelimuan. Dalam kajian MITI KM di nyatakan bahwa kemajuan sebuah bangsa di pengaruhi oleh 45% Inovasi, 25% networking, 20%tekhnologi, dan 10% Sumber Daya Alam. Seperti yang terjadi di negara China, India, Korea dan India hari ini.

Kedua adalah persatuan dan kesepakatan untuk maju bersama. Kalau kita mempelajari sejarah berdirinya bangsa ini maka akan kita temuka satu kata yang mewakili budaya Indonesia, yakni gotong royong. Seperti halnya sumpah pemuda yang lahir karna persatuan rasa untuk merdeka. Kita harus lahir dari kesepakatan bersama untuk mencapai kesejahteraan, Unggul, dan berdaya

Ketiga, yang paling penting adalah spiritualitas. Sejarah bangsa ini lahir tak pernah lepas dari nilai nilai religius semenjak kemunculan walisongo, raja-raja islam di indonesia, pangeran diponegoro, jendral Ahmad yani, Bung Tomo, Cut nyak dien, Kartini bahkan Bung Karno yang menjadi murid dari HOS Cokroaminoto yang mendapat julukan sebagai guru besar Indonesia sekaligus yang menanamkan pentingnya kemerdekaan kepada Bung Karno yang semua berawal dari nilai nilai islam sebagai budaya peralihan kemajuan indonesia. Semangat memperjuangkan tanah air di ajarkan di islam dengan pengetahuan pengetahuannya yang luas di berbagai aspek kehidupan

Ketika tiga syarat itu terpenuhi, maka Indonesi yang berdaulat di bidang ekonomi, sosial, tekhnologi, dan budaya bukan hanya mimpi utopis. Tanda tandanya sudah ada dimana banyak lembaga-lembaga penghafal Quran, pondok pondok modern, sekolah-sekolah yang menjunjung tinggi nilai islam dan menerapkanya. Yang perlu kita lakukan adalah sekuat mungkin mempertahankan nilai nilai baik yang merupakan jati diri bangsa. Dan memfilter semua budaya yang datang ke indonesia serta menyiapkan diri sebaik mungkin untuk memenuhi tiga syarat itu untuk mencapai kejayaan Indonesia.

A.R.

Leave a comment