Ramadhan, Sarana Pembelajaran untuk Konsisten Beribadah

Oleh: Qonita Rizki Darmawana

Alhamdulillah ‘alaa kuli hal, kita masih bisa menjumpai bulan sya’ban ini, yang mana artinya ramadhan sudah di depan mata, dan semoga kita juga bisa bertemu dengan tamu istimewa tersebut. Baiknya kita berdo’a agar Allah mempertemukan dengan bulan Ramadhan dalam keadaan sehat dan kuat, serta dalam keadaan bersemangat beribadah kepada Allah, seperti : ibadah puasa, sholat, dan dzikir. Telah diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa dia berkata, adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rajab, beliau berdoa,

Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab & Sya’ban serta pertemukanlah kami dengan Ramadhan.” (HR. Ahmad & Ath-Thabrani)

Allah memberikan nikmat yang paling besar untuk hamba-Nya berupa taufiq untuk melaksanakan ketaatan. Allah juga telah menyampaikan nikmat lain yang terkadang sering kita lupakan yaitu nikmat kesehatan, padahal kita perlu menuntut diri kita agar senantiasa bersyukur. Adapun kita sebagai seorang hamba, hendaknya turut bergembira untuk menyambut hadirnya Ramadhan.

“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan Ramadhan bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kalian utk berpuasa didalamnya. Pada bulan itu dibukakan pintu-pintu surga serta ditutup pintu-pintu neraka….” (HR. Ahmad)”

Namun, yang menjadi sorotan adalah ketidakkonsistenan ibadah kita saat Ramadhan di bandingkan bulan-bulan yang lainnya. Bisa jadi, saat Ramadhan ibadah kita ibarat “on fire” tapi Continue reading “Ramadhan, Sarana Pembelajaran untuk Konsisten Beribadah”

Sekelumit tentang Buku: “A Confession of An Economic Hit Men” (Pengakuan Ekonom Perusak)

Oleh: Shinta Dwi Nofarina

ty-kazumi (40)

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat salam tertuju untuk Rasulullah SAW.

Welcome, it’s time to economics #3.

Kembali lagi bersama saya, dan mari berbicara ekonomi. Okay to the point aja, simak cuplikan berikut ya, langsung dari bukunya :

Economic Hit Men (EHM) adalah profesional berpenghasilan sangat tinggi yang menipu negara-negara di seluruh dunia triliunan dolar. Mereka menyalurkan uang dari Bank Dunia, USAID, dan organisasi “bantuan” luar negeri lainnya menjadi dana korporasi-korporasi raksasa dan pendapatan beberapa keluarga kaya yang mengendalikan sumber-sumber daya alam planet bumi ini. Sarana mereka meliputi laporan keuangan yang menyesatkan, pemilihan yang curang, penyuapan, pemerasan dan pembunuhan. Mereka memainkan permainan yang sama tuanya dengan kekuasaan, sebuah permainan yang telah menentukan dimensi yang baru dan mengerikan selama era globalisasi. Aku tahu itu; aku adalah seorang EHM.

Aku menulis itu pada tahun 1982, sebagai awal sebuah buku dengan judul Continue reading “Sekelumit tentang Buku: “A Confession of An Economic Hit Men” (Pengakuan Ekonom Perusak)”

Siyasah Syar’iyah (Part 2)

B.     PENGERTIAN FIQH SIYASAH

Istilah Fiqh Siyasah merupakan tarqib idhafi atau kalimat majemuk yang terdiri dari dua kata, yakni fiqh dan siayasah. Secara etimologis, Fiqh merupakan bentuk mashdar (gerund) dari tashrifan kata fiqha-yafqahu-fiqhan yang berarti pemahaman yang mendalam dan akurat sehingga dapat memahami tujuan ucapan dan atau tindakan tertentu.

Sedangkan secara terminologis, fiqh lebih popular di definisikan sebagai Continue reading “Siyasah Syar’iyah (Part 2)”

Menguak Ketidakwajaran Cara Pandang Ekonomi Konvensional

Oleh: Shinta Dwi Nofarina

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat salam tertuju untuk Rasulullah SAW.

Welcome, it’s time to economics #2.

Kembali lagi bersama saya, dan mari berbicara ekonomi. Kawan-kawan semuanya pasti sudah sangat familiar dengan istilah ekonomi konvensional kan? Secara tata bahasa konvensional berarti sesuatu yang disepakati secara umum. Maka ekonomi konvensional adalah sistem perekonomomian yang disepakati secara umum lantaran adat, kebiasaan, kelaziman, dan terutama sekali faktor sejarah yang akhirnya membuat sistem tersebut nampak umum, biasa, dan lazim. Ekonomi konvensional secara general dibagi menjadi dua mazhab: kapitalis dan sosialis. Tapi saya bukan hendak mengupas apa masing-masing pengertian dari keduanya. Karena insya Allah jika kawan cari di search engine google apa makna dari itu semua, jawabannya pasti udah ga kurang-kurang.

Alih-alih mengelaborasi pengertian, saya bermaksud untuk sedikit membeberkan beberapa ketidakwajaran cara pandang pelaku ekonomi konvensional. Perlu diketahui, ilmu ini disampaikan langsung oleh Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB-UB yakni Prof. Munawar, SE., DEA. Lulusan terbaik S3 Prancis ini mengatakan memang harus diakui saat ini negara-negara yang menempatai garda terdepan sebagai penyandang label negara maju merupakan negara penganut kental dari ekonomi konvensional, katakanlah Amerika dan kebanyakan negara-negara di Eropa. Akan tetapi dibalik glamornya Ekonomi Konvensional tak bisa dinafikkan fenomena yang sangat ganjil exist ditengah-tengah hiruk pikuk santernya sistem ini.

Boleh saja dibenarkan ekonomi konvensional secara kasat mata telah berhasil mengawal negeri-negeri mereka menjadi negeri adi daya, dengan kondisi perekonomian yang maju tak dinyana. Pun demikian halnya yang terjadi di rumah kita, Indonesia yang mana sistem konvensional masih gloomy teraplikasikan. Beberapa aspek mungkin Indonesia sudah mulai menunjukkan semangat langkah kedepan. Pertumbuhan Ekonomi kita beberapa tahun terakhir masih terangkum dengan cantik tanpa rasa khawatir akan zona gawat darurat. Sangat nyaman. Bahkan beberapa negara tetangga pun mengapresiasi atas kestabilan tersebut. Iklim bisnis makin berkembang dan penerapan metode-metode modern yang nampak serba canggih juga mulai berputar dalam performa perekonomian Indonesia. Tapi siapa sangka kemajuan tingkat perekonomian tersebut ternyata sama sekali tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat? Perekonomian maju akan tetapi rakyat tidak sejahtera, satu kalimat yang terdengar cukup miris tapi yang barusan bicara adalah fakta.

Ketidaksejahteraan rakyat terbukti dengan bertumbuh-kembangnya tingkat kriminalitas. Silakan acungkan tangan bagi siapa pun yang setuju, semakin metropolis sebuah kota maka tingkat kriminalitasnya juga makin tinggi? Skak mat, pasti setuju semua kan. Prof. Munawar memberikan analogi terkait problema ini: jika kita berada didesa yang cukup pelosok, pepohonan rindang rekat, sawah terhampar luas dan masyarakat guyub rukun, lantas kita ingin menaruh sepeda kita didepan rumah tanpa dikunci. Monggo saja karena sepeda anda akan baik-baik saja. Beda halnya kalau sudah masuk kota Malang, atau bahkan mungkin Universitas Brawijaya. Alih-alih sepeda motor sepeda angin pun sekejap mata akan raib. Lebih jauh dan sedikit konyol, beliau pun bercerita, nah misal kejadian serupa terjadi pada kota yang lebih besar mungkin sepeda+orangnya ikut-ikutan raib. Oleh-oleh lain dari sistem ekonomi ribawi ini adalah besarnya gab antara yang berada dan tak berada. Yang asli Jakarta, bener ga banyak dijumpa fenomena satu sisi di sebuah gedung pencakar langit, aromanya harum dimana-mana, orang-orangnya berdasi dan sepatunya mengkilat, very nice ala eksekutif. Akan tetapi disisi lain bahkan mungkin tanpa disadari “sisi lain” itu berada persis disamping belakang gedung megah barusan terdapat perkampungan kumuh nyaris tak berbentuk, bau sampah dengan belatung dan lalat bertebaran lengkap dengan sungai-sungai kotor yang mengandung unbelievable liquid berbahaya? Kalau benar, fenomena inilah yang dinamakan ketimpangan atau istilah ekonominya sering kita sebut disparitas. Demikian merupakan potret dari paradoks-paradoks yang terjadi, hanya sekelumit tapi sangat merefleksikan. Merefleksikan betapa ketidakwajaran (entah apa bentuk dari ketidakwajaran itu, mungkin Allah tidak memberkahi) benar-benar nyata muncul ditengah pongahnya ekonomi konvensional.

Kian kemari, lantas apa yang menjadi penyebab fenomena tidak wajar tersebut terjadi? Fondasi paling dasar merupakan penentu kokoh tidaknya sebuah bangunan sekaligus penentu kiprah kedepan dari bangunan tersebut. Demikian halnya dengan sistem ekonomi, fondasi sebuah sistem akan menentukan arah gerak dan lika-liku berjalannya sistem tersebut. Menurut Prof. Munawar, fondasi yang berada dalam tubuh sistem ekonomi konvensional adalah “Individualisme”. Individu merupakan pusat kehidupan. Dapat dikatakan pusat kehidupan karena dalam perspektif mereka individu merupakan makhluk sempurna sejak kelahirannya. Lantaran kata-kata “sempurna” tersebut lantas mereka secara instant membuat sebuah kesepakatan/konsensus bahwa setiap individu dapat “bermuamalah” sekehendak hati mereka. Maka dalam pada itu tidak ada ukuran obyektif atau standard baku antara yang baik dan yang buruk atau yang haq dengan yang bathil. Kadar baik-buruk perilaku individu ditakar dengan subyektif, diserahkan pada masing-masing individu tersebut. Sehingga boleh jadi suatu hal adalah baik menurut A, tapi tidak demikian dalam cara pandang B, C, D dan lain-lain. Contoh konkritnya seperti ini: A sangat gemar berjudi, bagi A judi adalah hal yang baik karena ia menghendaki judi adalah baik. Sedangkan B, C, D ada yang menilai hal tersebut baik dan ada pula yeng beranggapan hal itu tidak baik.

Sehingga lengkaplah sudah kompleksnya ketidakwajaran ekonomi konvensional. Dengan fondasi seperti terbut diatas, setiap pelaku ekonomi akan menggeliat tanpa ampun demi meraup keuntungan sebesar-besarnya sekalipun banyak sekali manusia-manusia disisi bumi lain yang menjadi korban dari aksi mereka itu. Penulis mengambil contoh secara global, titik penyebab krisis maha dahsyat yang menyerang Indonesia dan beberapa negara di Asia tahun 1997/1998 adalah permainan spekulan yahudi bernama George Soros dalam dunia perbankan. Entah apa yang dilakukan, yang pasti spekulasi terhadap peluang-peluang tingkat suku bunga bank, utang-piutang perbankan demi meraup keuntungan pribadi secara tamak adalah aksi yang menengarai krisis pahit tersebut. Hanya satu titik nila, akan tetapi imbasnya berefek kepada hajat hidup hampir separuh dari penduduk planet bumi bahkan aroma pahitnya masih tercium hingga sekarang, karena perlu diketahui krisis ini dirasakan oleh hampir seluruh negara-negara didunia terutama Asia.

Sekian sesi kali ini, semoga bermanfaat.

Tentang HUT RI Ke-68

Oleh: Septea Andre Adyana

Bismillahirohmanirohim…

Untuk bangsaku tercinta bangsa Indonesia, bangsa dengan sejuta pesona dan kekayaan alam yang melimpah. Bangsa yang menjadi rebutan bagi bangsa asing “seakan bangsa ini bagaikan segumpal daging segar yang diperebutkan oleh srigala-srigala buas”, karena kekayaan akan rempah-rempahnya, dan menjadi negara yang banyak diincar bagi negara asing karena ke eksotisannya.

Bersyukur sekali punya bangsa seindah Indonesia, tetapi sekarang makna kemerdekaan tak bisa kita rasakan kawan, kawan mau tau???

Negara dengan sebutan negara agraris karena hasil pertaniannya sekarang sudah mulai ditinggalkan karena adanya mall, supermarket, industri, dll. Bahkan Indonesia sering import bahan-bahan hasil pertanian dari negeri tetangga, semiskin apa sekarang Indonesia? “Coba kita renungkan kawan”

Negara dengan sebutan negara maritim karena banyaknya pulau-pulau di Indonesia, ada ribuan pulau yang terpampang nyata di bangsa ini dari Sabang sampai Merauke, tetapi sekarang sudah tak terdengar karena banyak pulau-pulau kita yang dahulu di perjuangkan dijual dan digadaikan kawan, semiskin apa kawan bangsa ini sampai menjual dan menggadaikan pulau? “Coba kita renungkan kawan”

Patutkah kita bangga kawan dengan umur bangsa ini yang sudah mulai tua, pada angka 68 tahun seharusnya menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang kokoh, kuat, dan tegar dalam menjalankan dan mengisi kemerdekaan, tetapi yang terjadi adalah sebaliknya kawan. Apakah masyarakat dan khususnya pemimpin-pemimpin bangsa di Indonesia ini mau digantikan dengan masyarakat dan pemimpin-pemimpin yang lain oleh Sang pencipta, ketika tangan ini, lisan ini, dan hati ini sudah tak mampu melindungi bangsa sendiri dari intervensi bangsa asing seperti semangat nasionalisme para pejuang pendahulu kita.

Patutnya kita malu kawan dahulu para pejuang yang berkorban memperjuangkan tanah air ini mengorbankan harta benda, keluarga dan sanak saudara, dan jiwanya sendiri hanya untuk mendapatkan sebuah kebebasan yang seutuhnya bukan sebagai negara serikat/ RIS yang pernah terjadi di Indonesia, atau sebagai Hindia-Belanda kawan. Para pejuang menginginkan sebuah kebebasan yang sejati bukan kebebasan palsu. Pengorbanan mereka dahulu seraya tak pernah dihargai dengan mudahnya para pemimpin bangsa ini menjual dan memberikan kesempatan bagi bangsa asing untuk berinvestasi dan mengambil sedikit demi sedikit kekayaan alam kita tak hanya rempah-rempah sekarang juga tambang.

Percayakah kalian kawan dengan pemimpin bangsa yang menjual aset dan kekayaan alam kita hanya demi sebuah gelar? “serakus apa pemimpin kita”

Percayakah kalian kawan dengan pemimpin bangsa yang menjual para wanita kenegara asing sebagai seorang TKW dan mengalami banyak siksaan dan pelecehan seksual di negara asing, karena tak adanya lapangan pekerjaan yang menampung di negara ini? “setega apa pemimpin kita kawan”

Percayakah kalian kawan dengan pemimpin yang tak mampu menyelesaikan permasalahan korupsi bangsa ini, yang sudah sangat akut dan membudaya. Hingga Indonesia tidak dikenal lagi sebagai negara yang santun, tetapi negara dengan tingkat korupsi terbesar di sekitas kawasan Asia? “sepeduli apakah pemimpin kita kawan”

Percayakah kalian kawan dengan pemimpin yang hanya diam dan berpangku tangan dengan kondisi saudara-saudara di negara Timur tengah yang sedang menghadapi gejolak pertempuran, padahal dahulu yang mendukung bangsa ini merdeka sah secara de jure adalah Palestina, Mesir, dan kemudian diikuti oleh Suria dan negara-negara timur tengah yang lain, tapi apakah buta pemimpin kita tentang kisah sejarah itu?

Hari ini saya rindu dengan kepemimpinan bapak proklamator kita bapak Ir. Soekarno yang menurut saya adalah “The Real President in Indonesia” dengan pernyataan yang terkenal “Berdikari: Berdiri dengan Kaki Sendiri”, bukan hanya sekarang yang cenderung bersembunyi di ketiak para penjajah asing dan dikebiri sedikit demi sedikit. Hari ini saya juga rindu dengan bangsa ini sebagai bangsa yang bisa menjadi contoh bagi bangsa lain dalam pembebasan negara-negara lain di kawasan Asia dan Afrika, salah satu penggagas Konfresi Asia-Afrika (KAA) juga bangsa Indonesia. Hari ini kerinduanku tentang itu terhadap bangsaku telah sirna karena pemimpin sekarang tak seidealis pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia tercinta pada zaman dahulu.

Semoga arwah para pejuang/ pahlawan Indonesia yang memperjuangkan bangsa ini dengan tetesan kringat, darah, dan nyawa kalian dengan tekat nasionalisme yang kuat serta berjuang atas dasar keyakinan yang kuat sebagai manusia yang berTuhan dapat bersemayam dengan tenang, walaupun bangsamu yang kalian perjuangkan dahulu sekarang menjadi bangsa yang yang tidak sekuat dan seberharga dahulu. Bahkan bangsa ini menjadi “Sapi Perah” bagi bangsa asing yang menjajah bangsa Indonesia secara perlahan.

Kawan mari kita isi kemerdekaan ini dengan hal yang bermanfaat bagi pribadi kita, orang disekitar kita, bangsa kita, dan negara-negara di luar bangsa kita tercinta bangsa indonesia. Dengan ilmu yang kita miliki sebagai seorang kaum intelektualitas yang menjunjung tinggi nilai-nilai intelektualitas dan serta nilai-nilai keTuhanan dalam setiap tindakan kita, kita ciptakan Indonesia baru dengan kitalah kaum muda yang nantinya mengisi pos-pos kekuasaan bangsa Indonesia yang tercinta. Tetapi untuk itu kita mulai dengan yang paling sederhana kita mengabdikan diri kita di kampus tercinta sebagai seorang aktifis yang memiliki kepedulian kepada sesama “bukan aktifis palsu”, dan segerakan meyelesaikan pendidikan kita sebagai seorang mahasiswa dan mendapat gelar sarjana dengan indek prestasi yang sangat memuaskan jangan terlalu lama dikampus karena  kita perlu menengok saudara-saudara kita nan jauh disana kawasan lain indonesia yang tak tersentuh oleh pemerintah membutuhkan uluran bantuan kita dari segi pendidikan, kesehatan, pemahaman nasionalisme, pembentukan karakter, kemiskinan dan dan masih banyak lagi masalah bangsa ini yang perlu kita selesaikan malalui tangan kita dahulu baru mengajak orang lain.Semoga semangat kita sebagai seorang pemuda tak akan pernah luntur ditelan oleh zaman dan selalu tetap istiqomah dalam memperjuangkan kehormatan bangsa ini yang sudah di ujung tanduk.

Uangkapan Cintaku pada para pejuang bangsa Indonesia tercinta, semoga kelak kami para pemuda mampu meniru jasa-jasamu. Dari pemuda yang rindu akan kemerdekaan bangsa Indonesia tercinta yang seutuhnya bukan lagi kemerdekaan yang hanya “Fatamorgana”

Wasalam…

Merdeka… Merdeka… Merdeka…

Prolog: Hakikat Ilmu Ekonomi dan Perekonomian

oleh: Shinta Dwi Nofarina

ty-kazumi (40)

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat salam tertuju untuk Rasulullah SAW.

Welcome, it’s time to economics #1.

            Sebelum berlari terlalu jauh, terlebih dahulu penulis ingin refresh apa pengertian dasar dari Ekonomi. Dulu pas jaman-jaman SMA apalagi SMP dan SD, bayangan yang pertama kali muncul pas denger kata Ekonomi pasti tentang uang, tentang bisnis, dan tentang Bank. Oh tidak, ternyata saya salah besar. Ilmu Ekonomi itu ternyata sangat luas. Bahkan setiap detik dalam hidup kita, entah disadari maupun tidak kita sedang menjadi seorang pelaku ekonomi.

            Hakikat Ilmu Ekonomi adalah Ilmu tentang pilihan. Menurut perspektif ekonom klasik, sumberdaya yang kita miliki ini terbatas. Misalkan waktu. Kita tidak bisa mengerjakan 2 hal yang berbeda dalam satu waktu, katakanlah nyuci baju sama baca buku. Jika kita memilih untuk Continue reading “Prolog: Hakikat Ilmu Ekonomi dan Perekonomian”

Mengetuk Pintu Paksa

Oleh: Annisa Sekar Kasih*

??????????

Saat aku lelah menulis dan membaca

Di atas buku-buku kuletakkan kepala

Dan saat pipiku menyentuh sampulnya

Hatiku tersengat

Kewajibanku masih berjebah

Bagaimana mungkin aku bisa beristirahat?

-Imam An-Nawawi-

(dikutip dari buku Jalan Cinta Para Pejuang karya Salim A. Fillah)

Paksaan mungkin suatu kata dan perbuatan yang terdengar ekstrim dan sering kali dihindari. Namun kali ini tak ada salahnya mencoba untuk memaknainya secara positif. Mungkin paksaan tersebut bertujuan tak baik sehingga Continue reading “Mengetuk Pintu Paksa”

Mengapa Kita Harus Mencintai Tanah

Oleh : Deki Kunanjar

“Memandang bukit-bukit yang dulu hijau, dan kini agung busana pesona kehijaunya telah pergi. “Hamparan Lapang luas tanpa pepohan berdiri. “Racun pestisida Menjadi suplemen sehari-hari. “Masyarakat membuang sampah sana sini. “Dunia ini semakin lama semakin kurus tak berisi. “Karena manusia lupa dengan saudara tua yang asalnya sama dari sari pati. “Mengapa bumi ini jadi terasa memangil-memangil manusia lagi dengan fenomena alam yang telah terjadi. “Dengan mengoncangkan diri sana-sini untuk menyadar ingatkan manusia agar tau diri

Tanah itulah asal kita, saudara tua kita. Tapi manusia sekarang ini lupa sama dengan saudara tuanay (red: tanah), manusia melihat sebelah mata,pada hamparan tanah kosong tanpa peduli untuk menghidup hijaukanya.

Rasa sayang yang aneh manusia kepada saudara tuanya (red: tanah) atau bisa dikatakan malah benci, sadar atau tidak, serakah atau nafsu keduniawian mereka tak membiarkan tanah kosong tanpa bangunan perpanen yang kokoh menjulang tinggidan sistem pertanian konvensional yang tak terkendali. Continue reading “Mengapa Kita Harus Mencintai Tanah”

“Pembungaan diatur oleh lamanya periode gelap, bukan oleh lamanya periode terang”

Oleh: Deki Kunanjar

544852_2479695607271_380268997_n

Ada sebuah pernyataan dari hasil peneletian dalam dunia flora bisa kita peroleh pelajaran atau hikmah mengenai perjuangan hidup dari proses pembungaan tumbuhan sebagai salah satu kebesaran ciptaan Allah SWT di alam semesta ini. Dalam pernyataan sebuah penelitian mengatakan bahwa: Continue reading ““Pembungaan diatur oleh lamanya periode gelap, bukan oleh lamanya periode terang””

Mengapa Aku Mencintai KAMMI?

Oleh: Amelia Dwi M

akhwat-26

Namaku KAMMI. Orang-orang juga memanggilku demikian, lebih praktis dibanding melafalkan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Kalau engkau teringat sesuatu begitu memanggilku, tentulah sebuah akronim KAMI yang mencatat prestasi besar (dan akhirnya kelam?) sebuah jaringan gerakan mahasiswa Indonesia dalam rentang sejarah Indonesia `66-an. Konon, atas alasan citra historis itulah founding fathers-ku mengambil nama itu, dan atas alasan ideologis menambah tasydid pada mim hingga KAMMI-lah namaku.

Continue reading “Mengapa Aku Mencintai KAMMI?”