Notulensi Diskusi : Persiapan UB Menghadapi MEA

Prolog (Reza Adi Pratama) :
Sejarah dari Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dimulai dari secara geopolitik dan geoekonomi Asia Tenggara yang memiliki nilai strategis namun belum terkelola dengan baik dimana sebelumnya negara di Asia Tenggara seringkali terlibat konfrontasi antar negara seperti yanag terjadi antara Indonesia dengan Malaysia. Untuk mampu mengelola nilai strategis inilah negara di Asia Tenggara sepakat untuk membentuk sebuah ikatan kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan mampu mendorong kerjasama pembangunan kawasan.Sempat dicanangkan beberapa model kerjasama regional namun dianggap belum berhasil dan kurang memadai untuk meningkatkan integrasi kawasan sehingga pada 8 Agustus 1967 dibentuklah ASEAN melalui penandatangan deklarasi ASEAN yang dikenal dengan Deklarasi Bangkok, penandatangan dilakukan oleh Malaysia, Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Kemudian disusul dengan bergabungnya beberapa negara lain, pada tahun 1985 Brunei Darussalam, tahun 1995 Vietnam, Tahun 1997 Laos dan Myanmar, serta Tahun 1999 Kamboja ikut bergabung .Tujuan dari pembentukan ASEAN sendiri adalah :

  1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan kebudayaan regional Asia Tenggara
  2. Meningkatkan perdamaian dan stablilitas regional
  3. Meningkatkan kerjasama dalam masalah ekonomi, sosial, IPTEK, dan administrasi
  4. Saling memberi bantuan dalam sarana pelatihan dan penelitian dalam bidang pendidikan , profesi, teknologi, dan administrasi
  5. Bekerjasama guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan industri
  6. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara
  7. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai organisasi Internasional dan Regional

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-2 ASEAN tanggal 15 Desember 1997 di Kuala Lumpur. Pemimpin ASEAN mengesahkan visi ASEAN 2010 dengan tujuan :

  1. Menciptakan kawasan ekonomi ASEAN yangs tabil , makmur, berdaya saing tinggi yang ditandai dengan arus lalu lintas barang, jasa, dan investasi bebas arul lalu lintas modal yang lebih bebas, pembangunan ekonomi merata, serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi.
  2. Mempercepat liberalisasi perdagangan dibidang barang dan jasa
  3. Meningkatkan pergerakan tenaga profesional dan jasa lainnya secara bebas dikawasan

Krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi dikawasan Asia Tenggara pada 1997-1998 memicu kesadaran negara ASEAN mengenai pentingnya peningkatan dan penguatan kerjasama intra kasawan. Pada tahun 2003 di KTT ke-9 ASEAN di Bali terjadi kesepakatan untuk pembentukan ASEAN Community. Pada KTT Ke-14 ASEAN Tanggal 1 Maret 2009 di Hua Hin, ditandatangi Roadmap for an ASEAN Community (2019-2015) , sebuah gagasan baru mengimplementasikan secara tepat blue print ASEAN Community yakni :

  1. ASEAN Political Security
  2. ASEAN Economic Community
  3. ASEAN Socio Culture Community

Dengan dibentuk Asean Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi Asea (MEA) diharapkan negara ASEAN dapat menyatukan kekuatan ekonomi regional menghadapi persaingan dipasar global, menghadapi AS, Cina, India, dan Eropa. Dimana perlu diketahui bahwa mayoritas bisnis di ASEAN adalah UMKM, UMKM memiliki potensi dalam menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan perusahaan besar. Pengembangan UMKM erat kaitannya terhadap pengembangan ekonomi lokal

Ketika berbicara persiapan Universitas Brawijaya maka berkaitan dengan masalah SDM (Sumber Daya Manusia) dimana untuk menghadapi MEA terdapat beberapa bidang keahlian yang sangat dibutuhkan

  1. Teknologi dan Rekayasa
  2. Teknologi Informasi dan Komunikasi
  3. Kesehatan
  4. Agrobisnis dan Agroteknologi
  5. Perikanan dan Kelautan
  6. Bisnis dan Manjamen
  7. Parawisata
  8. Seni Rupa dan Kriya
  9. Seni Pertunjukan

Dimana keseluruhan bidang diatas telah dimiliki oleh Universitas Brawijaya baik berupa jurusan/prodi maupun dalam bentuk Unit Kegiatan Mahasisa (UKM) yang menunjang softskill mahasiswa Universitas Brawijaya untuk menjadi pribadi yang tangguh dan berdaya saing. Selain itu Universitas Brawijaya juga mempersiapkan kemampuan berbahasa inggris bagi mahasiswa , baik dalam bentuk mata kuliah yang didapatkan semua jurusan/prodi juga terdapat penyelenggaran tes TOEIC yang dilaksanakan dua kali.

MEA sebenarnya bisa menjadi peluang maupun tantangan. Dengan dibukannya MEA maka bea masuk ekspor-impor di negara ASEAN adalah nol (0). Oleh karenanya, pada saat MEA diberlakukan maka nasionalisme kita akan dipertaruhkan, semakin mencintai produk dalam negeri maka daya saing Indonesia akan menguat dan sebaliknya jika kita memilih menjadi konsumen barang impor maka produk dalam negeri hanya akan menjadi tamu di negeri sendiri. Wallahu a’lam.


(Lambang Aji) : Apa yang akan kita atau KAMMI lakukan dalam menghadapi MEA? Padahal sebelum hadirnya MEA, Al Banna telah menjelaskan tentang Globalisasi. Usul pribadi saya mungkin KAMMI khususnya Komisariat Brawijaya bisa mengadakan campaign “Cintai Produk Dalam Indonesiai” atau sejenisnya untuk meningkatkan nasionalisme kader. Karena saat MEA diberlakukan muulai dari konsumen hingga produsen berperan sebagai penentu masa depan bangsa. Saya jadi teringat sebuah tulisan yang pernah dituliskan orang Indonesia yang kuliah diluar negeri yang mungkin bukan hanya saya yang pernah membaca, inti dari tulisan tersebut adalah yang menjadi rahasia kekuatan ekonomi yahudi adalah karena mereka selalu memprioritaskan produk dalam negeri.

(Eliza) : sebelumnya telah dipaparkan beberapa bidang keahlian yang berkaitan dengan MEA, apa peran yang dapat dilakukan mahasiswa berkaitan dengan bidang tersebut? Selain peran kita sebagai mahasiswa selain mencintai produk dalam negeri
Belajar dengan tekun untuk mampu menjadi tenaga kerja yang terampil sehingga tidak kalah saing dengan tenaga kerja asing. Saran saya kita sebagai kader KAMMI harus memiliki keahlian khusus yang berbeda dan menjadi cita-cita yang berbeda pula sehingga kader KAMMI bisa mewarnai Indonesia lebih baik lagi. Mengikuti kegiatan kepenulisan dan pengembangan juga dapat dilakukan sebagaiamana telah banyak wadah seperti LKTI, pencarian bakat, PKM, dll. Saya rasa pengembangan teknologi bisa menjadi fokusan agar Indonesia tidak kalah saing

(Andriano Januar) : Dengan adanya MEA apakah menguntungkan Indonesia?
Bisa menguntungkan bisa juga merugikan. Sebab untuk saat ini Indonesia masih belum mampu menguasai seluruh bidang perekonomian. Dibidang Agro Indonesia bersaing dengan Thailand dan Filipina, dibidang teknologi bersaing dengan Malaysia dan Singapura, dibidang pertambangan bersaing dengan Brunei Darussalam

(Irsyad) : Memungkinkah untuk Indonesia menerapkan kebijakan proteksi lebih jauh dari sekadar kampanye “cintai produk dalam negeri” ? Jika memungkinkan apa langkah yang dapat diambil? Jika tidak memungkinkan kenapa?
Sebenarnya ada beberapa kebijakan proteksi dalam perdagangan internasional antara lain : Tarif, quota, larangan ekspor, larangan impor, maupun subsidi. Namun dalam konteks perdagangan yang memungkinkan adalah larangan ekspor-impor serta subsidi.
Larangan ekspor dan larangan impor diberlakukan sesuai dengan kesepakatan negara yang terlibat dalam perjanjian sehingga ada komuditi tertentu yang diperdagangkan secara bebas dan ada komuditi yang tidak diperdagangkan secara bebas. Setahu saya memang MEA tidak membebaskan seluruh bidang ekonomi. Sedangkan subsidi diberikan untuk produk dalam negeri oleh pemerintah agar masyarakat tetap memilih untuk mengkonsumsi produk dalam negeri

(Izzudin A.Q) : Apakah Indonesia sudah siap untuk menghadapi MEA? Dan bagaimana keadaaan UMKM jika MEA sudah terlaksana? Apakah yang harus KAMMI lakukan dalam menghadapi MEA?
Posisi Indonesia berada diantara siap dan tidak siap. Sebagai contoh dibidang kesehatan menurut Wamenkes Ali Gufron dalam sinarharapan.com pada september 2014 dikatakan bahwa dengan berlakunya MEA kita merugi karena Indonesia adalah potensi pasar yang besar. Tenaga medis Indonesia cenderung ingin tetap didalam negeri yang kehidupan tenaga medis sudah makmur namun dinegara lain yang kondisi kehidupan tenaga medis belum memadai otomatis akan ingin berpindah. Ketika bicara bidang pertanian Indonesia masih kuat disubsistem hulu, artinya Indonesia masih mengandalkan kekuatan hasil pertaniannya, namun masih belum bisa menjadi nomor 1 disubsistem hilir.

(Hasbi A) : Aturan regulasi bagaimana yang dapat diterapkan sehingga MEA tidak merugikan Indonesia namun berpotensi menguntungkan Indonesia?
Kebijakan yang dapat diambil adalah kebijakan proteksi, sebagai contoh ditahun 2014 KEMENTAN mengusulkan agar komuditi beras, gula, dan produk pertenakan unggas agar memperoleh perlakuan khusus, seperti pengenaan bisa masuk, hingga peraturan kuota. Pada saat yang bersamaan, KEMENTAN juga tetap berkomitmen untuk memberikan subsidi input dan output pertanian

(Lambang aji) Sepemahaman saya diaturan perdagangan internasional menurut WTO harus ada persamaan perlakuan oleh pemerintah barang lokal dan import. Indonesia seharusnya memiliki kejelasan visi sebagaimana Cina 50 tahun yang lalu

(Bekti) : Jika diperhatikan belum ada peraturan yang mengatur terkait kesehatan hewan sedangkan banyak sekali penyakit yang dapat menular melalui lalu lintas hewan yang mana dengan MEA otomatis akan memperbesar lalu lintas hewan?
Terkait penyakit menular, harus diperhatikan dan diperkuan betul pengawasannya. Lembaga karantina maupun fasilitas karantina harus mampu berjalan dengan baik. Sekarang ini sudah banyak keberadaan karantina di bandara dan akan menjadi bagus jika diperluas keberadaan karantina di pelabuhan dan terminal, tempat yang memungkinkan masuk dan keluarnya barang dan jasa dalam hal ini makhluk hidup yang berpotensi menularkan penyakit

(Andriano Januar) Menarik untuk diperhatikan dari segi proteksi terhadap Investor. Karna sudah jelas selain konsumen atau produsen yang kita lindungi, kita juga harus memperhitungkan gairah dari investor lokal. Karna dengan adanya MEA investor asing yang notabene sudah sangat punya power akan menggurita dalam investasi. Bentuk proteksi apa seharusnya bagi investor lokal? Kemudian perlu tidak kita sebagai mahasiswa juga mensoroti terkait investor asing yg semakin bebas menanamkan kekayaannya di bumi Indonesia?
Sangat diperlukan mengingat peranan mahasiswa sebagai social control juga perlu memerhatikan masalah ini. Sama halnya ketika mahasiswa Indonesia bereaksi atas perpanjangan kontrak freeport maupun tentang nasionalisasi aset blok mahakam. Mahasiswa harus mengontrol kebijakan strategis pemerintah tsb terutama terkait aset-aset strategis yang menyangkut hajat hidup bangsa dan negara


Closing Statement

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah perjanjian perdagangan bebas yang sudah direncanakan oleh pemimpin ASEAN sejak lama. Mau tidak mau, suka tidak suka, kita tidak mungkin menolaknya sehingga tidak ada pilihan lain selain mempersiapkan diri agar kita tidak kalah bersaing dgn SDM asing. Mencintai produk lokal adalah kunci penting menghadapi MEA. Saya pernah berdiskusi dengan seorang penguasaha tanaman hias tentang kesannya berjualan tanaman hias di Indonesia, sulit mengekspor karena birokrasi yang buruk, tapi tidak kuat bersaing di pasar domestik karena serbuan produk impor, inilah realitanya, realita yg sudah lama kita rasakan namun masih tetap menjadi problema hingga hari ini. Indonesia adalah negara kita. Pertanyaan besarnya adalah kalau bukan kita yg menjaganya, siapa lagi yg akan menjaganya?

Sekelumit tentang Buku: “A Confession of An Economic Hit Men” (Pengakuan Ekonom Perusak)

Oleh: Shinta Dwi Nofarina

ty-kazumi (40)

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat salam tertuju untuk Rasulullah SAW.

Welcome, it’s time to economics #3.

Kembali lagi bersama saya, dan mari berbicara ekonomi. Okay to the point aja, simak cuplikan berikut ya, langsung dari bukunya :

Economic Hit Men (EHM) adalah profesional berpenghasilan sangat tinggi yang menipu negara-negara di seluruh dunia triliunan dolar. Mereka menyalurkan uang dari Bank Dunia, USAID, dan organisasi “bantuan” luar negeri lainnya menjadi dana korporasi-korporasi raksasa dan pendapatan beberapa keluarga kaya yang mengendalikan sumber-sumber daya alam planet bumi ini. Sarana mereka meliputi laporan keuangan yang menyesatkan, pemilihan yang curang, penyuapan, pemerasan dan pembunuhan. Mereka memainkan permainan yang sama tuanya dengan kekuasaan, sebuah permainan yang telah menentukan dimensi yang baru dan mengerikan selama era globalisasi. Aku tahu itu; aku adalah seorang EHM.

Aku menulis itu pada tahun 1982, sebagai awal sebuah buku dengan judul Continue reading “Sekelumit tentang Buku: “A Confession of An Economic Hit Men” (Pengakuan Ekonom Perusak)”

Menguak Ketidakwajaran Cara Pandang Ekonomi Konvensional

Oleh: Shinta Dwi Nofarina

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat salam tertuju untuk Rasulullah SAW.

Welcome, it’s time to economics #2.

Kembali lagi bersama saya, dan mari berbicara ekonomi. Kawan-kawan semuanya pasti sudah sangat familiar dengan istilah ekonomi konvensional kan? Secara tata bahasa konvensional berarti sesuatu yang disepakati secara umum. Maka ekonomi konvensional adalah sistem perekonomomian yang disepakati secara umum lantaran adat, kebiasaan, kelaziman, dan terutama sekali faktor sejarah yang akhirnya membuat sistem tersebut nampak umum, biasa, dan lazim. Ekonomi konvensional secara general dibagi menjadi dua mazhab: kapitalis dan sosialis. Tapi saya bukan hendak mengupas apa masing-masing pengertian dari keduanya. Karena insya Allah jika kawan cari di search engine google apa makna dari itu semua, jawabannya pasti udah ga kurang-kurang.

Alih-alih mengelaborasi pengertian, saya bermaksud untuk sedikit membeberkan beberapa ketidakwajaran cara pandang pelaku ekonomi konvensional. Perlu diketahui, ilmu ini disampaikan langsung oleh Guru Besar Ilmu Ekonomi FEB-UB yakni Prof. Munawar, SE., DEA. Lulusan terbaik S3 Prancis ini mengatakan memang harus diakui saat ini negara-negara yang menempatai garda terdepan sebagai penyandang label negara maju merupakan negara penganut kental dari ekonomi konvensional, katakanlah Amerika dan kebanyakan negara-negara di Eropa. Akan tetapi dibalik glamornya Ekonomi Konvensional tak bisa dinafikkan fenomena yang sangat ganjil exist ditengah-tengah hiruk pikuk santernya sistem ini.

Boleh saja dibenarkan ekonomi konvensional secara kasat mata telah berhasil mengawal negeri-negeri mereka menjadi negeri adi daya, dengan kondisi perekonomian yang maju tak dinyana. Pun demikian halnya yang terjadi di rumah kita, Indonesia yang mana sistem konvensional masih gloomy teraplikasikan. Beberapa aspek mungkin Indonesia sudah mulai menunjukkan semangat langkah kedepan. Pertumbuhan Ekonomi kita beberapa tahun terakhir masih terangkum dengan cantik tanpa rasa khawatir akan zona gawat darurat. Sangat nyaman. Bahkan beberapa negara tetangga pun mengapresiasi atas kestabilan tersebut. Iklim bisnis makin berkembang dan penerapan metode-metode modern yang nampak serba canggih juga mulai berputar dalam performa perekonomian Indonesia. Tapi siapa sangka kemajuan tingkat perekonomian tersebut ternyata sama sekali tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat? Perekonomian maju akan tetapi rakyat tidak sejahtera, satu kalimat yang terdengar cukup miris tapi yang barusan bicara adalah fakta.

Ketidaksejahteraan rakyat terbukti dengan bertumbuh-kembangnya tingkat kriminalitas. Silakan acungkan tangan bagi siapa pun yang setuju, semakin metropolis sebuah kota maka tingkat kriminalitasnya juga makin tinggi? Skak mat, pasti setuju semua kan. Prof. Munawar memberikan analogi terkait problema ini: jika kita berada didesa yang cukup pelosok, pepohonan rindang rekat, sawah terhampar luas dan masyarakat guyub rukun, lantas kita ingin menaruh sepeda kita didepan rumah tanpa dikunci. Monggo saja karena sepeda anda akan baik-baik saja. Beda halnya kalau sudah masuk kota Malang, atau bahkan mungkin Universitas Brawijaya. Alih-alih sepeda motor sepeda angin pun sekejap mata akan raib. Lebih jauh dan sedikit konyol, beliau pun bercerita, nah misal kejadian serupa terjadi pada kota yang lebih besar mungkin sepeda+orangnya ikut-ikutan raib. Oleh-oleh lain dari sistem ekonomi ribawi ini adalah besarnya gab antara yang berada dan tak berada. Yang asli Jakarta, bener ga banyak dijumpa fenomena satu sisi di sebuah gedung pencakar langit, aromanya harum dimana-mana, orang-orangnya berdasi dan sepatunya mengkilat, very nice ala eksekutif. Akan tetapi disisi lain bahkan mungkin tanpa disadari “sisi lain” itu berada persis disamping belakang gedung megah barusan terdapat perkampungan kumuh nyaris tak berbentuk, bau sampah dengan belatung dan lalat bertebaran lengkap dengan sungai-sungai kotor yang mengandung unbelievable liquid berbahaya? Kalau benar, fenomena inilah yang dinamakan ketimpangan atau istilah ekonominya sering kita sebut disparitas. Demikian merupakan potret dari paradoks-paradoks yang terjadi, hanya sekelumit tapi sangat merefleksikan. Merefleksikan betapa ketidakwajaran (entah apa bentuk dari ketidakwajaran itu, mungkin Allah tidak memberkahi) benar-benar nyata muncul ditengah pongahnya ekonomi konvensional.

Kian kemari, lantas apa yang menjadi penyebab fenomena tidak wajar tersebut terjadi? Fondasi paling dasar merupakan penentu kokoh tidaknya sebuah bangunan sekaligus penentu kiprah kedepan dari bangunan tersebut. Demikian halnya dengan sistem ekonomi, fondasi sebuah sistem akan menentukan arah gerak dan lika-liku berjalannya sistem tersebut. Menurut Prof. Munawar, fondasi yang berada dalam tubuh sistem ekonomi konvensional adalah “Individualisme”. Individu merupakan pusat kehidupan. Dapat dikatakan pusat kehidupan karena dalam perspektif mereka individu merupakan makhluk sempurna sejak kelahirannya. Lantaran kata-kata “sempurna” tersebut lantas mereka secara instant membuat sebuah kesepakatan/konsensus bahwa setiap individu dapat “bermuamalah” sekehendak hati mereka. Maka dalam pada itu tidak ada ukuran obyektif atau standard baku antara yang baik dan yang buruk atau yang haq dengan yang bathil. Kadar baik-buruk perilaku individu ditakar dengan subyektif, diserahkan pada masing-masing individu tersebut. Sehingga boleh jadi suatu hal adalah baik menurut A, tapi tidak demikian dalam cara pandang B, C, D dan lain-lain. Contoh konkritnya seperti ini: A sangat gemar berjudi, bagi A judi adalah hal yang baik karena ia menghendaki judi adalah baik. Sedangkan B, C, D ada yang menilai hal tersebut baik dan ada pula yeng beranggapan hal itu tidak baik.

Sehingga lengkaplah sudah kompleksnya ketidakwajaran ekonomi konvensional. Dengan fondasi seperti terbut diatas, setiap pelaku ekonomi akan menggeliat tanpa ampun demi meraup keuntungan sebesar-besarnya sekalipun banyak sekali manusia-manusia disisi bumi lain yang menjadi korban dari aksi mereka itu. Penulis mengambil contoh secara global, titik penyebab krisis maha dahsyat yang menyerang Indonesia dan beberapa negara di Asia tahun 1997/1998 adalah permainan spekulan yahudi bernama George Soros dalam dunia perbankan. Entah apa yang dilakukan, yang pasti spekulasi terhadap peluang-peluang tingkat suku bunga bank, utang-piutang perbankan demi meraup keuntungan pribadi secara tamak adalah aksi yang menengarai krisis pahit tersebut. Hanya satu titik nila, akan tetapi imbasnya berefek kepada hajat hidup hampir separuh dari penduduk planet bumi bahkan aroma pahitnya masih tercium hingga sekarang, karena perlu diketahui krisis ini dirasakan oleh hampir seluruh negara-negara didunia terutama Asia.

Sekian sesi kali ini, semoga bermanfaat.

Prolog: Hakikat Ilmu Ekonomi dan Perekonomian

oleh: Shinta Dwi Nofarina

ty-kazumi (40)

Bismillahirrahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah SWT, shalawat salam tertuju untuk Rasulullah SAW.

Welcome, it’s time to economics #1.

            Sebelum berlari terlalu jauh, terlebih dahulu penulis ingin refresh apa pengertian dasar dari Ekonomi. Dulu pas jaman-jaman SMA apalagi SMP dan SD, bayangan yang pertama kali muncul pas denger kata Ekonomi pasti tentang uang, tentang bisnis, dan tentang Bank. Oh tidak, ternyata saya salah besar. Ilmu Ekonomi itu ternyata sangat luas. Bahkan setiap detik dalam hidup kita, entah disadari maupun tidak kita sedang menjadi seorang pelaku ekonomi.

            Hakikat Ilmu Ekonomi adalah Ilmu tentang pilihan. Menurut perspektif ekonom klasik, sumberdaya yang kita miliki ini terbatas. Misalkan waktu. Kita tidak bisa mengerjakan 2 hal yang berbeda dalam satu waktu, katakanlah nyuci baju sama baca buku. Jika kita memilih untuk Continue reading “Prolog: Hakikat Ilmu Ekonomi dan Perekonomian”